Translate

Selasa, 04 Juni 2013

Cakupan Pertanyaan Bedah Tuntas Swasembada Dan Impor Daging Sapi

CAKUPAN PERTANYAAN
SEMINAR FPKS
BEDAH TUNTAS SWASEMBADA DAN IMPOR DAGING SAPI
Jumat, 22 Februari 2013
GEDUNG NUSANTARA I, LT. 3, RUANG PLENO, DPR RI, JAKARTA







1.   Jenis, volume dan nilai industri olahan daging sapi  

Jawaban :

Daging sapi yang dibutuhkan industri pengolahan daging sapi skala menengah besar mayoritas (80%) jenis daging industri (manufacturing meat) khususnya tetelan 65-95 CL (Trimmings 65-95 CL). Sisanya, secondary cuts (15%), Fancy meat (4%) dan Offal (1%). Umumnya jenis-jenis daging ini dibutuhkan dalam bentuk beku (frozen meat). Jenis produk yang dihasilkan adalah corned beef, bakso, sosis, burger, dan daging kebab.

Sementara, bahan baku daging sapi yang dibutuhkan oleh industri skala mikro/rumah tangga dan kecil dalam bentuk daging segar/daging hangat (fresh meat). Jenis daging yang dibutuhkan sangat bervariasi yaitu penutup (topside), pendasar (silverside), kelapa (knuckle), tanjung (rump) dan sebagian daging industri/tetelan 65-85 CL.  Hasil produksinya didominasi oleh bakso.

Omset penjualan industri pengolahan daging sapi sangat besar.Sebagai contoh, jumlah pedagang bakso di propinsi DKI Jakarta (menurut data sensus ekonomi 2006) mencapai 18.740 unit usaha.  Apabila omset penjualan setiap pedagang bakso berkisar Rp 300.000/hari, maka total omset mencapai Rp 5,62 Milyar/hari atau Rp 2,05 Trilyun/tahun.

Apabila menggunakan data sensus ekonomi yang sama, jumlah pedagang bakso Nasional mencapai 278.429 unit usaha. Apabila rata-rata omset penjualan diasumsikan sebesar Rp 200.000/hari, maka nilai penjualan yang dihasilkan kelompok usaha ini mencapai Rp 55 Milyar/hari atau Rp 20 Trilyun/tahun.  Apabila pertumbuhan usaha ini 5%/tahun, berarti omset penjualan tahun 2013 menjadi jauh lebih besar lagi.

Sedangkan omset penjualan industri pengolahan daging sapi skala menengah besar yang tergabung dalam NAMPA sebesar Rp 4,3-4,5 Trilyun/tahun. Pertumbuhan industri ini diperkirakan sebesar 10%/tahun. Kapasitas izin sebesar 126.799 ton/tahun dengan realisasi produksi 2012 mencapai 98.969 ton (78,05%).





2.   Informasi lengkap tentang asosiasi dan pelaku usaha importir sapi

Jawaban :

Saat ini, terdapat 4 asosiasi industri pengolahan daging sapi, yaitu National Meat Processor Association (NAMPA), Asosiasi Industri dan Distributor Daging Indonesia (AIDDI), Asosiasi Pedagang Mi dan Bakso (APMISO) dan Asosiasi Pengusaha Pengolah dan Pengguna Daging Skala Menengah Kecil dan Rumah Tangga (ASPEDATA). Keempat asosiasi tersebut berdomisili di Jakarta dengan anggota tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Para pelaku importir sapi bukan merupakan domain Kementerian Perindustrian. Pelaku usaha industri pengolahan daging skala menengah-besar berjumlah tidak lebih dari 50 unit usaha. 90% berlokasi di Jabodetabek sedangkan sisanya tersebar di Jatim, Bali dan Kalbar. Sedangkan untuk pelaku usaha skala kecil-menengah berjumlah lebih dari 100 unit usaha dan tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Pulau Sumatera. Untuk skala mikro/rumah tangga, berjumlah lebih dari 278.000 unit usaha yang hampir seluruhnya memproduksi bakso daging sapi.








Bagaimana Pencerdasan Isu Pertanian Strategis Kepada Mahasiswa Dengan Cara Yang Kreatif ?



Sejak dulu hingga sekarang Indonesia masih disebut-sebut sebagai salah satu negara yang memiliki corak perekonomian agraris. Hal ini dapat dilihat dalam komposisi Produk Domestik Bruto PDB Triw I s/d III-2010 Terhadap Triw I s/d III-2009 dimana sektor pertanian menyumbang pertumbuhan sebesar 2,6 persen. Dilihat dari laju pertumbuhan dan distribusi PDB menurut lapangan usaha tahun 2005-2009 terlihat laju pertumbuhan sektor pertanian mengalami tren kenaikan. Hanya pada tahun 2009 pertumbuhan sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 4,1 persen.

Dilihat dari struktur neraca perdagangan, ekspor hasil pertanian periode Januari-Oktober 2010 naik sebesar 16,58 persen. Melihat peluang yang begitu besar, membuat pemerintah berinisiatif untuk mengikutsertakan sektor pertanian nasional dalam kerangka perjanjian perdagangan bebas dengan mitra strategis dalam kawasan ASEAN yang dikenal dengan nama AFTA dan baru-baru ini mengikutsertakan China ke dalamnya hingga menjadi CAFTA, serta kerjasama-kerjasama internasional lainnya.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah keikutsertaan Indonesia dalam setiap perjanjian internasional komoditi pertanian akan berlaku positif terhadap sektor pertanian? Pertanyaan ini sangat penting mengingat sektor pertanian memiliki peran strategis bagi Indonesia.
Husni Malian dalam tulisannya yang berjudul “Kebijakan Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian Indonesia” menyebutkan
“Indonesia mengalami peningkatan impor pangan sejak liberalisasi radikal yang dilakukan pemerintah atas tekanan dari International Monetary Fund (IMF) pada tahun 1998. Tingkat ketergantungan impor pangan meningkat dua kali lipat, yaitu beras sebesar 10 persen, jagung 20 persen, kedelai 55 persen dan gula 50 persen (Sawit, 2003 dalam Husni Malian, 2004)…”
Selanjutnya, Husni juga menyebutkan bahwa peran sektor pertanian sangat besar dalam menyerap tenaga kerja sebesar 68 persen dari total rumah-tangga di Indonesia. Hal ini tentu akan sangat memukul tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sektor pertanian
Selain masalah yang telah disebutkan diatas, penelitian yang dilakukan oleh Husni Malian juga menyebutkan bahwa terjadi kecurangan dalam pelaksanaan GATT. Dimana sampai saat ini negara-negara maju masih memberikan proteksi yang besar terhadap produk pertanian yang dihasilkan oleh negara-negara berkembang untuk diekspor ke negara maju. Tidak tanggung-tenggung, proteksi yang dilakukan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan untuk melindungi produk pertanian yang dihasilkan petani-petani mereka, negara-negara tersebut menetapkan proteksi sebesar 116,2-463,4 persen (Duncan et al. 1999 dalam Husni Malian, 2004). Tidak hanya itu, ekspor produk pertanian dari negara-negara maju juga didukung oleh subsidi ekspor, dimana Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang membelanjakan subsidi untuk Sektor Pertanian pada tahun 1998 masing- masing sebesar US $ 142,2 milyar, US $ 101,5 milyar dan US $ 56,8 milyar (Pranolo, 2001 dalam Husni Malian, 2004).
Bukti ini semakin memperkuat pernyataan awal yang ditulis oleh Wayan Reda Susila dan Made Antara mengenai sejarah perumusan liberalisasi yang berjalan alot dan panjang. Bukti ini memperlihatkan bahwa dalam merumuskan kesepakatan liberalisasi perdagangan sektor pertanian, begitu banyak politik kepentingan yang coba diusung berbagai negara terutama negara maju untuk semakin menekan negara berkembang agar semakin tergantung kepada negara maju. Salah satu jalan yang paling strategis yaitu melalui mekanisme liberalisasi perdagangan sektor pertanian.
Hal yang dapat kita lakukan menyikapi masalah-masalah pertanian tersebut adalah dengan melakukan sebuah kegiatan pencerdasan isu pertanian strategis kepada mahasiswa dengan cara yang kreatif, mengapa dikatakan pencerdasan kepada mahasiswa ? hal itu disebabkan bahwa mahasiswa adalah generasi penerus bangsa yang nantinya menentukan arah perjalanan bangsa dan negara. Mahasiswa tidak boleh hanya menjadi penerus, namun juga pelurus, pelurus dimaknai dengan tetap mempertahankan hal-hal baik dan menghormati apa yang sudah ada dan membawa perubahan ke arah dan tujuan yang lebih baik.
Banyak sekali cara yang dapat dilakukan oleh seorang mahasiswa yang berdasarkan kegiatan pencerdasan isu pertanian strategis kepada mahasiswa dengan cara yang kreatif, salah satunya adalah memanfaatkan berbagai media komunikasi baik elektronik maupun non elektronik untuk saling mengingatkan akan situasi dan kondisi pertanian Indonesia saat ini.
Cara selanjutnya adalah membuat suatu kegiatan yang membutuhkan partisipasi dari berbagai pihak yang bertemakan pertanian dengan perencanaan yang matang dan bertujuan penuh manfaat bagi banyak orang, khususnya bermanfaat bagi petani yang saat ini kondisi ekonominya kurang tercukupi dengan profesinya dalam bidang pertanian.

Cara kreatif lain untuk mencerdaskan mahasiswa mengenai isu pertanian adalah membuah sebuah lembaga atau komunitas yang memiliki agenda untuk mengkaji isu-isu pertanian tersebut, sehingga akan menjadi sebuah keharusan bagi setiap anggota lembaga atau komunitas tersebut untuk selalu mencari tahu isu-isu tentang pertanian.

Save Tugu Kujang


Tugu Kujang yang Berdiri gagah 
di tengah Kota Bogor, Jawa Barat
Belakangan ini Bogor digemparkan dengan isu-isu mengenai ikon kebanggan warga Bogor yaitu Tugu Kujang, Tugu ini memiliki sejarah yang sangat panjang sampai bisa berdiri gagah ditengah keramaian pusat aktivitas warga Bogor dan terletak di Jalan Pajajaran didepan Botanical Square yang bersebelahan dengan kampus IPB Baranangsiang, dan diujung jalan dari Kebun Raya Bogor. Tugu yang berdiri kokoh ini merupakan lambang bagi kota Bogor sebagaimana layaknya pada kota-kota lainnya di Indonesia. Tugu setinggi kira-kira 25 M ini dibangun pada 4 Mei 1982 diatas sebuah lahan seluas 26m x 23m dan diperkirakan menghabiskan biaya sebesar Rp80jt.
Nama Kujang sendiri diambil dari nama sebuah senjata pusaka tradisional etnis Sunda yang diyakini memiliki kekuatan gaib. Pusaka Kujang itu sendiri sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Pajajaran pada abad ke-14 Masehi, di masa pemerintahan Prabu Siliwangi. Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.
Hal yang terjadi sekarang adalah timbulnya permasalahan tugu kujang tersebut dengan hotel Amarossa yang dibangun tepat berdampingan, baik masalah sosial, budaya, bahkan politik pun terjadi. Berbagai pihak telah menyampaikan kepeduliannya terhadap keberadaan tugu kujang tersebut, pihak-pihak tersebut adalah warga asli kota bogor dari berbagai golongan profesi, mahasiswa, dan lain-lain yang tergabung dalam Koalisi Peduli Tugu Kujang.
Masalah yang timbul antara lain adalah yang pertama adalah keberadaan pembangunan Hotel Amaroossa disinyalir akan menenggelamkan pusaka milik etnis sunda tersebut. Karena pembangunan hotel tersebut yang diperkirakan 15 lantai akan jauh lebih tinggi dibanding Tugu Kujang.  Aksi yang sudah dilakukan oleh KPTK menggugat pihak Hotel Amaroossa yang dinilai mengganggu keberadaan tugu kujang dari segi nilai budaya atau simbol budaya masyarakat bogor. Tak lama setelah melancarkan aksi penggugatan, KPTK melakukan penyegelan disepanjang sisi terluar dari hotel Amaroossa.
Masalah yang kedua adalah menyangkut hukum yang berlaku, menurut beberapa ahli hukum menyebutkan terjadi permainan antara pihak yang memberi izin mendirikan bangunan dengan pihak investor dan manajerial hotel Amaroossa, diduga walikota Bogor diberikan suap berupa sejumlah uang yang ditukar dengan amplop berisi surat izin mendirikan bangunan (IMB) oleh pihak hotel Amaroossa, namun  hingga saat ini belum ada hasil penyelidikan yang benar-benar pasti mengenai nominal uang yang diterima sebagai suap tersebut.
Kurangnya koordinasi antar Instansi terkait menjadi masalah ketiga yang timbul, karena DPRD wilayah Bogor sendiri pun tidak tahu soal perizinan pembangunan hotel itu sendiri, bahkan DPRD mendukung aksi yang telah dilakukan oleh warga Bogor terhadap pemerintah dan gugatan yang akan ditujukan untuk hotel Amaroossa, mereka tergabung dalam Koalisi Peduli Tugu Kujang dan Badan Hukum Masyarakat regional Bogor. Keadaan tersebut semakin menambah kecurigaan masyarakat bahwa pemerintah masih belum maksimal dalam fungsi pengabdian untuk kepentingan bersama, melainkan dengan jabatan dan berbagai peluang yang mereka miliki memenangkan kepentingan individu ataupun kelompok-kelompok tertentu. Masyarakat bogor pun semakin dibuat bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya dilakukan orang-orang yag diberi amanah menjadi pemimpin kota yang mereka cintai itu, sampai terjadi kurangnya koordinasi antara pihak terkait.
Analisis dampak lingkungan (AMDAL) pun menjadi sebuah perkara yang keempat terkait pembangunan hotel Amaroossa. AMDAL yang dilakukan terhadap pembangunan hotel tersebut memberikan hasil analisis bahwa akan menimbulkan permasalahan dalam pembuangan limbah baik dalam pembangunan maupun dalam pengoperasiannya, dan hal tersebut harus dihadapi dikemudian hari oleh warga kota Bogor khususnya disekitar hotel Amaroossa, sehingga kenyataan bahwa surat IMB yang telah diberikan pemerintah kepada pihak hotel Amaroossa merupakan hal yang terdengar sumbang melihat keadaan lingkungan sekitarnya dalam penanggulangan limbah.
Salah satu daya tarik tugu kujang adalah disaat sore hari hari menjelang malam masyarakat sekitar disuguhkan pemandangan yang sangat indah berupa sunset yang tenggelam dibalik panorama gunung salak, namun dengan dibangunnya hotel Amaroossa tersebut pemandangan yang sungguh mengagumkan itu pun tak bisa lagi dinikmati oleh masyarakat selalu setia beraktivitas dan berlalu-lalang disekitar tugu, terhalang akan berdiri angkuhnya gedung hotel berlantai-lantai tersebut, maka timbulah masalah kelima terkait pariwisata yang sejak dahulu Provinsi Jawa Barat jaga prestasinya.
Pembangunan hotel Amaroossa pun seperti terlalu memaksakan kehendak karena tak cukup banyak lahan yang disediakan untuk para tamu hotel yang dikemudian hari akan mendatangi tempat tersebut, alternatif yang ditawarkan pihak hotel adalah meminjam lahan parkir disekitar Botanical Square untuk para tamunya memarkirkan kendaraan. Ketidaksiapan fasilitas dasar yang memadai ini pun menjadi masalah keenam.
 Permasalahan ketujuh yang menyangkut budaya menjadi hal yang terpenting dari seluruh masalah yang timbul dari pembangunan hotel Amaroossa tersebut. Perumpamaan seperti suku dayak yang memeliki budaya yang terjaga sangat kental, ketika hutan mereka dirambah atau diacak-acak pihak luar, mereka akan memberontak terhadap pihak luar yang telah mencoba merusak ataupun mengganggu sistem budaya yang telah mereka jaga, seperti itu pula ketika tugu kujang sebagai lambang budaya masyarakat bogor terancam tak bernilai lagi dengan dibangunnya hotel Amaroossa yang tingginya seolah mengalahkan dan meremehkan tinggi puncak tugu kebudayaan tersebut, wajar jika masyarakat bogor protes dan marah terhadap pemerintah atau pemimpin yang tidak menjunjung tinggi nilai budaya masyarakat, namun disinyalir lebih mementingkan kepentingan keberpihakan.
Walikota bogor yang memberikan izin pembangunan hotel ini pun sebenarnya sedang dalam masa-masa akhir jabatannya, seharusnya beliau selaku pemimpin memberikan prestasi-prestasi yang akan dirasakan manfaatnya pada periode pemerintahan yang selanjutnya, bukan malah dengan seenaknya memberikan izin-izin pendirian bangunan yang tidak sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku atau dengan kata lain meninggalkan luka yang harus diobati oleh penggantinya.
Tujuh masalah yang telah disebutkan tersebut merupakan sekelumit dari segenggam masalah yang timbul akibat pembangunan hotel Amaroossa yang harus dipikirkan solusinya bersama, beberapa solusi yang ditawarkan oleh masyarakat bogor yang tergabung dalam Koalisi Peduli Tugu Kujang adalah meninggikan bangunan tugu kujang, karena bangunan hotel yang telah 60% selesai itu tak mungkin akan dihentikan atau dikurangi jumlah lantainya, karena hanya akan membuang biaya pengeluaran yang sia-sia, aksi pengumpulan koin cinta untuk tugu kujang pun sudah dilakukan oleh masyarakat gabungan tersebut, mungkin memang nominal yang terkumpul dalam aksi tersebut tidak cukup banyak untuk meninggikan tugu kujang yang ditawarkan sebagai solusi, namun setidaknya menggugah pemerintah untuk mempercepat tindakan menyikapi masalah yang timbul akan  pembangunan hotel Amaroossa tersebut.
 Harapan dari hampir seluruh warga bogor adalah ikon budaya kota Bogor tetap bertahan dan tidak akan bergeser oleh zaman yang terus berkembang, karena masih ada masyarakat-masyarakat yang cinta akan budaya kota bogor dan terus memperjuangkan untuk bertahannya semangat menjaga kebudayaan milik bersama tanpa terpengaruh budaya-budaya asing yang banyak membawa dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat.(Samara Yarasevika/Litbang-Magang Managerial IPB Political School 5/H14120012).(22/04/13)