Tugu Kujang yang Berdiri gagah
di tengah Kota Bogor, Jawa Barat
|
Belakangan
ini Bogor digemparkan dengan isu-isu mengenai ikon kebanggan warga Bogor yaitu
Tugu Kujang, Tugu ini memiliki sejarah yang sangat panjang sampai bisa berdiri
gagah ditengah keramaian pusat aktivitas warga Bogor dan terletak di Jalan
Pajajaran didepan Botanical Square yang bersebelahan dengan kampus IPB
Baranangsiang, dan diujung jalan dari Kebun Raya Bogor. Tugu yang berdiri kokoh
ini merupakan lambang bagi kota Bogor sebagaimana layaknya pada kota-kota
lainnya di Indonesia. Tugu setinggi kira-kira 25 M ini dibangun pada 4 Mei 1982
diatas sebuah lahan seluas 26m x 23m dan diperkirakan menghabiskan biaya
sebesar Rp80jt.
Nama
Kujang sendiri diambil dari nama sebuah senjata pusaka tradisional etnis Sunda
yang diyakini memiliki kekuatan gaib. Pusaka Kujang itu sendiri sudah dikenal
sejak zaman Kerajaan Pajajaran pada abad ke-14 Masehi, di masa pemerintahan
Prabu Siliwangi. Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini
tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun
tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah,
Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang
masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan
Pancer Pangawinan di Sukabumi.
Hal
yang terjadi sekarang adalah timbulnya permasalahan tugu kujang tersebut dengan
hotel Amarossa yang dibangun tepat berdampingan, baik masalah sosial, budaya,
bahkan politik pun terjadi. Berbagai pihak telah menyampaikan kepeduliannya
terhadap keberadaan tugu kujang tersebut, pihak-pihak tersebut adalah warga
asli kota bogor dari berbagai golongan profesi, mahasiswa, dan lain-lain yang
tergabung dalam Koalisi Peduli Tugu Kujang.
Masalah
yang timbul antara lain adalah yang pertama adalah keberadaan pembangunan Hotel
Amaroossa disinyalir akan menenggelamkan pusaka milik etnis sunda tersebut.
Karena pembangunan hotel tersebut yang diperkirakan 15 lantai akan jauh lebih
tinggi dibanding Tugu Kujang. Aksi yang sudah dilakukan oleh KPTK
menggugat pihak Hotel Amaroossa yang dinilai mengganggu keberadaan tugu kujang
dari segi nilai budaya atau simbol budaya masyarakat bogor. Tak lama setelah
melancarkan aksi penggugatan, KPTK melakukan penyegelan disepanjang sisi
terluar dari hotel Amaroossa.
Masalah
yang kedua adalah menyangkut hukum yang berlaku, menurut beberapa ahli hukum
menyebutkan terjadi permainan antara pihak yang memberi izin mendirikan
bangunan dengan pihak investor dan manajerial hotel Amaroossa, diduga walikota
Bogor diberikan suap berupa sejumlah uang yang ditukar dengan amplop berisi
surat izin mendirikan bangunan (IMB) oleh pihak hotel Amaroossa, namun hingga saat ini belum ada hasil penyelidikan
yang benar-benar pasti mengenai nominal uang yang diterima sebagai suap
tersebut.
Kurangnya
koordinasi antar Instansi terkait menjadi masalah ketiga yang timbul, karena
DPRD wilayah Bogor sendiri pun tidak tahu soal perizinan pembangunan hotel itu
sendiri, bahkan DPRD mendukung aksi yang telah dilakukan oleh warga Bogor
terhadap pemerintah dan gugatan yang akan ditujukan untuk hotel Amaroossa,
mereka tergabung dalam Koalisi Peduli Tugu Kujang dan Badan Hukum Masyarakat
regional Bogor. Keadaan tersebut semakin menambah kecurigaan masyarakat bahwa
pemerintah masih belum maksimal dalam fungsi pengabdian untuk kepentingan
bersama, melainkan dengan jabatan dan berbagai peluang yang mereka miliki
memenangkan kepentingan individu ataupun kelompok-kelompok tertentu. Masyarakat
bogor pun semakin dibuat bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya dilakukan
orang-orang yag diberi amanah menjadi pemimpin kota yang mereka cintai itu,
sampai terjadi kurangnya koordinasi antara pihak terkait.
Analisis
dampak lingkungan (AMDAL) pun menjadi sebuah perkara yang keempat terkait
pembangunan hotel Amaroossa. AMDAL yang dilakukan terhadap pembangunan hotel
tersebut memberikan hasil analisis bahwa akan menimbulkan permasalahan dalam
pembuangan limbah baik dalam pembangunan maupun dalam pengoperasiannya, dan hal
tersebut harus dihadapi dikemudian hari oleh warga kota Bogor khususnya
disekitar hotel Amaroossa, sehingga kenyataan bahwa surat IMB yang telah
diberikan pemerintah kepada pihak hotel Amaroossa merupakan hal yang terdengar
sumbang melihat keadaan lingkungan sekitarnya dalam penanggulangan limbah.
Salah
satu daya tarik tugu kujang adalah disaat sore hari hari menjelang malam
masyarakat sekitar disuguhkan pemandangan yang sangat indah berupa sunset yang
tenggelam dibalik panorama gunung salak, namun dengan dibangunnya hotel
Amaroossa tersebut pemandangan yang sungguh mengagumkan itu pun tak bisa lagi
dinikmati oleh masyarakat selalu setia beraktivitas dan berlalu-lalang disekitar
tugu, terhalang akan berdiri angkuhnya gedung hotel berlantai-lantai tersebut,
maka timbulah masalah kelima terkait pariwisata yang sejak dahulu Provinsi Jawa
Barat jaga prestasinya.
Pembangunan
hotel Amaroossa pun seperti terlalu memaksakan kehendak karena tak cukup banyak
lahan yang disediakan untuk para tamu hotel yang dikemudian hari akan
mendatangi tempat tersebut, alternatif yang ditawarkan pihak hotel adalah
meminjam lahan parkir disekitar Botanical Square untuk para tamunya memarkirkan
kendaraan. Ketidaksiapan fasilitas dasar yang memadai ini pun menjadi masalah
keenam.
Permasalahan ketujuh yang menyangkut budaya
menjadi hal yang terpenting dari seluruh masalah yang timbul dari pembangunan
hotel Amaroossa tersebut. Perumpamaan seperti suku dayak yang memeliki budaya
yang terjaga sangat kental, ketika hutan mereka dirambah atau diacak-acak pihak
luar, mereka akan memberontak terhadap pihak luar yang telah mencoba merusak
ataupun mengganggu sistem budaya yang telah mereka jaga, seperti itu pula ketika
tugu kujang sebagai lambang budaya masyarakat bogor terancam tak bernilai lagi
dengan dibangunnya hotel Amaroossa yang tingginya seolah mengalahkan dan
meremehkan tinggi puncak tugu kebudayaan tersebut, wajar jika masyarakat bogor
protes dan marah terhadap pemerintah atau pemimpin yang tidak menjunjung tinggi
nilai budaya masyarakat, namun disinyalir lebih mementingkan kepentingan
keberpihakan.
Walikota
bogor yang memberikan izin pembangunan hotel ini pun sebenarnya sedang dalam
masa-masa akhir jabatannya, seharusnya beliau selaku pemimpin memberikan
prestasi-prestasi yang akan dirasakan manfaatnya pada periode pemerintahan yang
selanjutnya, bukan malah dengan seenaknya memberikan izin-izin pendirian
bangunan yang tidak sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku atau dengan kata
lain meninggalkan luka yang harus diobati oleh penggantinya.
Tujuh
masalah yang telah disebutkan tersebut merupakan sekelumit dari segenggam
masalah yang timbul akibat pembangunan hotel Amaroossa yang harus dipikirkan
solusinya bersama, beberapa solusi yang ditawarkan oleh masyarakat bogor yang
tergabung dalam Koalisi Peduli Tugu Kujang adalah meninggikan bangunan tugu
kujang, karena bangunan hotel yang telah 60% selesai itu tak mungkin akan
dihentikan atau dikurangi jumlah lantainya, karena hanya akan membuang biaya
pengeluaran yang sia-sia, aksi pengumpulan koin cinta untuk tugu kujang pun
sudah dilakukan oleh masyarakat gabungan tersebut, mungkin memang nominal yang
terkumpul dalam aksi tersebut tidak cukup banyak untuk meninggikan tugu kujang
yang ditawarkan sebagai solusi, namun setidaknya menggugah pemerintah untuk
mempercepat tindakan menyikapi masalah yang timbul akan pembangunan hotel Amaroossa tersebut.
Harapan dari hampir seluruh warga bogor adalah
ikon budaya kota Bogor tetap bertahan dan tidak akan bergeser oleh zaman yang
terus berkembang, karena masih ada masyarakat-masyarakat yang cinta akan budaya
kota bogor dan terus memperjuangkan untuk bertahannya semangat menjaga
kebudayaan milik bersama tanpa terpengaruh budaya-budaya asing yang banyak
membawa dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat.(Samara
Yarasevika/Litbang-Magang Managerial IPB Political School 5/H14120012).(22/04/13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar