Translate

Jumat, 26 Juli 2013

Usaha Kecil dan Menengah Membantu Indonesia Memulihkan Dampak Kenaikan BBM

Kenaikan BBM tak dapat ditunda lagi oleh pemerintah. Banyak aspek yang mendesak dan membuat BBM pada akhirnya dinaikkan tarifnya, namun tak semua jenis BBM yang terjadi kenaikan hanya BBM bersubsidi atau sering disebut premium saja yang sasaran penggunanya adalah masyarakat menengah ke bawah. Namun, dalam perjalanan operasionalnya terjadi banyak pelanggaran terkait BBM bersubsidi tersebut. Beberapa penyebab kenaikan tersebut antara lain a
dalah adanya mafia minyak yang mempermainkan harga, kondisi fiskal negara yang defisit dan adanya kepentingan asing dalam industri migas dalam negeri, harga BBM subsidi yang terlalu murah akan mengurangi kreatifitas menemukan sumber energi alternatif ( Indonesia saat ini telah menjadi importir minyak sehingga harga BBM mengikuti harga internasional, subsidi BBM tidak tepat sasaran dan konsumtif), dan lain-lain.
Perusahaan di Indonesia yang saat ini menghasilkan bahan bakar minyak tersebut dimonopoli hanya oleh sebuah perusahaan BUMN bernama Pertamina, yang merupakan salah satu sektor yang sangat signifikan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Banyak anggapan tertuju pada kinerja atau tingkat kesehatan BUMN yang cukup menjadi kontributor lambannya pemulihan ekonomi, namun BUMN juga harus mencetak laba yang cukup besar untuk memenuhi tuntutan UU anggaran negara (APBN) sebagai penerimaan negara, setara dengan komponen penerimaan bukan pajak lainnya. Kondisi BUMN di Indonesia menunjukan bahwa pemerintah dan masyarakat perlu mempersiapkan secara mental dan realita bahwa, kondisi kesehatan negara (APBN) butuh sektor mikro lain untuk mendongkrak lebih lagi perekonomian Indonesia. Salah satu solusi sektor mikro yang ditawarkan adalah pemberdayaan usaha kecil-menengah.
Liberalisasi dan konektivitas memang sudah menjadi keharusan dan dipastikan memajukan perekonomian, tetapi dari integrasi itu harus difikirkan dampak negatif bagi kalangan tertentu seperti UMKM/UKM dan termasuk pebisnis pemula. Oleh karena itu integrasi ekonomi harus dibarengi upaya mengatasi adverse impacts agar ekonomi dapat lebih resilient (kuat) menghadapi tantangan dan pembangunan dapat bersifat sustainable (berkesinambungan),
Strategi Pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM) Indonesia mengalami sejarah pasang surut yang sangat menarik. Tim ekonomi kabinet Gotong Royong Presiden Megawati Soekarnoputri telah mencoba melakukan ‘lompatan’ dalam pemberdayaan UKM ini dengan skema pemotongan, restrukturisasi utang dan refinancing bagi UKM, sebagai salah satu bagian terpenting dari pemulihan ekonomi.
Sementara itu upaya penyehatan sektor perbankan dan restrukturisasi korporasi masih tertatih-tatih karena keputusan dan langkah kebijakan yang masih mengalami inkonsistensi sehingga fungsi utama perbankan sebagai intermediasi kreditor dan debitor yang merupakan tumpuan harapan sektor riil atau aktivitas utama ekonomi masyarakat menjadi terganggu. Namun demikian, upaya pembiayaan atau skema kredit komersial yang prudent untuk mendukung pemberdayaan UKM juga harus dilakukan di tengah upaya penyehatan sektor perbankan serta perekonomian. Sehingga akan terciptanya fokus pada peningkatan keterkaitan antara lembaga keuangan dan pelaku usaha dalam memberdayakan UKM.
Indonesia sebenarnya telah memiliki undang-undang terkait usaha kecil dan menengah itu sendiri yaitu UU No. 9 Tahun 1995, namun undang-undang tersebut kurang akomodatif karena memang tidak dirancang untuk meningkatkan keterkaitan antara lembaga keuangan dan pelaku usaha dalam memberdayakan UKM, dengan adanya beberapa pengusaha yang mengalami kredit macet.

Upaya peningkatan yang obyektif antara lembaga keuangan dan pelaku usaha perlu berbasis pada dua pilar utama, yaitu sebagai berikut (a) Tegaknya sistem dan mekanisme pasar yang sehat. (b) Berfungsinya aransemen kelembagaan atau regulasi pemerataan ekonomi yang efektif. Langkah afirmatif melalui implementasi UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan persaingan Sehat seharusnya dilihat sebagai misi pemberdayaan UKM yang ama strategis, minimal sebagai upaya langsung peredaman proses konglomerasi dan ekspansi usaha yang berdasarkan visi perluasan pangsa pasar dan integrasi vertikal kepemilikan aset produktif. Disinilah betapa seluruh lapisan masyarakat perlu mewujudkan misi UKM sebagai basis paling signifikan dalam pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak kenaikan BBM. 

Kacamata Globalisasi Lembaga Keuangan Perbankan Indonesia

Globalisasi, pada abad 21 ini merupakan sebuah kata yang sering kali terdengar diberbagai bidang. Globalisasi itu sendiri memiliki pengertian  keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Salah satu bidang yang sangat terasa dampak globalisasinya adalah Ekonomi, yang disebut Globalisasi perekonomian. Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Globalisasi perekonomian terus berkembang tak lepas dari adanya peranan lembaga-lembaga keuangan di Indonesia. Di Indonesia lembaga keuangan dibagi kedalam 2 kelompok yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank (asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana, dan bursa efek).
Dari segi lembaga keuangan bank terdapat beberapa hal yang telah memicu adanya globalisasi perekonomian. Tingginya arus peredaran uang dalam arus globalisasi dan perdagangan bebas menjadikan sektor perbankan sebagai sektor yang paling strategis dalam perdagangan karena fungsi bank sebagai perantara, menunjukkaan peranan yang penting dalam perdagangan dan pembangunan. Bank sangat terkait dengan penyediaan modal bagi usaha atau perdagangan, sehingga perekonomian dapat berputar, sehingga agenda liberalisasi menuju target sasaran empuk yakni sektor perbankan. World Trade Organization (WTO) merupakan salah satu organisasi internasional yang memang dibuat untuk memuluskan rencana liberalisasi. WTO bekerja bersama dengan lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB) untuk menjalankan agenda liberalisasi di seluruh dunia.
                Praktek liberalisasi yang terjadi adalah pihak asing dapat menguasai pasar perbankan di Indonesia dengan memberikan kemudahan perizinan bagi bank asing yang akan membuka cabang di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No.10 Tahun 1998. Paling utama adalah dibolehkannya kepemilikan saham bank umum oleh asing hingga 99% sebagaimana diatur dalam UU No.29 tahun 1999. Data yang dikeluarkan oleh Kompas per Maret 2011, bahwa pihak asing telah menguasai 50,6% aset perbankan nasional dan hanya bank-bank yang beroperasi secara global yang dapat menguasai sektor perbankan nasional, karena memiliki pemodalan kuat.                

Harapan perbankan nasional menjadi motor penggerakan ekonomi nasional dalam penciptaan lapangan kerja demi kesejahteraan rakyat sepertinya akan menjadi isapan jempol belaka. Sebab kepungan modal asing di sektor perbankan menjadikan negara tidak memiliki sejumlah uang yang bisa digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan produksi barang dan jasa. Negara hanya menjadi penyedia fasilitas demi kenyamanan modal asing. Saatnya pemerintah merevitalisasi tugas dan fungsi sektor perbankan dan menunjukkan independensinya dalam menentukan kebijakan demi menghempang dominasi modal asing yang bisa membangkrutkan negara ini, salah satunya dengan memperhatikan kembali nasib lembaga keuangan perbankan dalam negeri baik secara hukum, perundang-undangan, maupun operasional. Sehingga Indonesia pun akan mampu menghadapi persaingan dalam era Globalisasi.